Tentang Kembali dan Pergi

Sepertinya memang kita butuh waktu sendiri dan tentu ditemani sedikit suara hujan agar kita bisa menulis hal yang tak terucap. 

***

Dulu sekali saat adik saya masih kuliah di Solo dan sedang berlibur di Surabaya dia sempat ditanyai oleh ibu saya. 

mbalik kapan? (kapan kembali?) 

Tentu, kalimat itu ditanyakan karena ibu saya ingin tahu hari apa adik saya akan mengakhiri liburannya di Surabaya. Bagi saya, penggunaan diksi "kembali" adalah diksi yang salah atau paling tidak, bisa diperdebatkan. Terus terang saya lupa apakah kontemplasi diksi ini saya ucapkan secara verbal atau hanya saya pendam dalam hati. 

Saya tidak punya basis akademik atau ilmu ndakik-ndakik soal linguistik sebenarnya. Jadi mari kita anggap tulisan ini adalah anabel (analisa gembel) pribadi saya yang tentu saja hanya berdasarkan interpertasi pengalaman pribadi. Memang apa yang anda harapkan dari tulisan yang dibuat tengah malam setelah saya selesai melihat Ali dan Ratu-Ratu Queens di Netflix? 

Sebagai pembuka mari coba kita putar ingatan kita dan kita mulai dari fase sebelum pubertas melanda, saat kita masih sangat menikmati bermain sepakbola dengan bola plastik yang sudah masuk ke selokan berkali-kali di depan rumah. Memang sebuah fakta, waktu itu, kita tidak bermain 2x45 menit seperti yang diatur oleh FIFA, tetapi kita buat peraturan bahwa suara adzan maghrib adalah peluit akhir. Biasanya setelah itu kita akan mendengar diksi mbalik (kembali). 

mbalik sek yo! 

Ucap teman-teman sepermainan kita, entah yang tadinya jadi tim lawan atau tim kawan. 

Air mengalir, waktu pun begitu, akhirnya kita sampai di sekitar usia belasan akhir. Saat itu, entah dalam rangka mengerjakan tugas dengan harapan agar masa depan lebih baik, atau dalam rangka cangkruk (nongkrong) untuk sekedar menumbuhkan harapan dalam menjalani hidup, kita jadi lebih sering melewati jam makan malam bersama keluarga. Jika sudah cukup larut, kita juga akan mendengar diksi mbalik lagi.

mbalik jam piro? 

Seketika muncul pesan di layar telepon genggam kita dari ibu di rumah

Dari dua pengalaman itu, dan tentu dengan pengalaman penggunaan diksi "kembali" lainnya (e.g. kembali ke rumah bapa),  kita, atau setidaknya saya, punya definisi yang kuat bahwa kembali adalah ya kembali ke asal, ke awal mula. Dalam konteks dua pengalaman di atas, sangat kuat juga alam bawah sadar saya memahami awal mula/asal yang dimaksud adalah rumah.

Itulah sebabnya pertanyaan "kapan kembali?" yang ditanyakan ibu pada adik saya terasa sangat janggal bagi saya karena kami sekeluarga waktu itu sedang ada di rumah. Kalimat yang tepat, menurut saya, adalah  "kapan pergi?". 

Pun jika masih tetap ingin menggunakan diksi "kembali", paling tidak pastikan tempat yang kita maksud itu sudah kita anggap rumah, tempat kita memulai awal baru. Tempat yang dimaksud itu pun bisa juga personal, kamu misalnya. 

***

Brugge, 20 Juni 2021










Comments

Popular Posts